Kasih Tak Berbalas

5 Januari 2011

Di sebuah desa, hiduplah seorang petani yang bersahaja. Di belakang rumahnya tumbuh sebatang pohon besar. Daunnya rindang, batangnya besar, tingginya menjulang dan buahnya lebat. Tiap hari menjelang matahari terbit, petani mengajak anaknya yang berusia delapan tahun duduk dibawah pohon. Petani itu mengajarkan anaknya berbicara dengan pohon. Petani juga menyuruh anaknya merawat pohon tiap pagi, siang dan sore. Petani menyuruh anaknya menyiram, membersihkan rerumputan di sekitarnya dan melepaskan ranting-ranting kering pohon yang hampir jatuh.

Suatu pagi, sang anak sangat murung. Ia duduk di bawah pohon besar. Pohon besar memperhatikan dengan seksama. 
“Ada yang tidak biasa dengan anak petani ini. Biasanya ia selalu didampingi oleh ayahnya saat duduk di bawahku.” bisik Pohon Besar.

Sayup-sayup anak petani ini mendengar suara bisikan. 
“Adik kecil… ada apa denganmu?”
Anak petani ini kaget. Namun ia belum sadar darimana asal suara tersebut. Pelan-pelan telinganya di dekatkan pada pohon besar. 


“Hah… ini kau, Pohon? Kau bisa bicara ya?” si anak petani terperanjat.
“Benar adik kecil, kau telah bisa memahami bahasaku, karena orang yang sangat dekat denganku telah mengajarimu.” jawab Pohon Besar.
“Ada apa denganmu, Adik kecil? Nampakya kau sedih ya?.”
Anak petani mendesah.
”Ya, ayahku sedang sakit, Pohon... Beliau tak ada uang lagi untuk membeli makanan dan obat. Itu yang membuatku sangat sedih sekarang...”

Pohon besar menundukkan dahannya yang besar. 
“Adik kecil, kau petiklah daunku. Daun-daunku banyak dibutuhkan orang untuk makanan ternak. Mudah-mudahan bisa untuk membeli makanan dan obat...”
Tanpa pikir panjang, anak petani itu langsung merayap naik ke Pohon Besar. Dipetiknya daun-daun pohon hingga bagian atasnya tinggal ranting dan batang, seperti baru saja merontokkan daun. 

Pohon besar tersenyum, karena sang Petani akan bisa berobat dengan daun pemberiannya.

Esoknya, Pohon Besar kembali melihat anak Petani duduk dengan murung. Anak petani dengan lirih berkata.
“Besok kami harus banyak memasak karena ada pesta pernikahan keluarga ayah. Dan itu pasti membutuhkan banyak kayu bakar. Kalau kami tidak mendapatkan kayu bakar, batallah pesta pernikahan anak saudara ayahku satu-satunya.”
“Ambillah cabang dan ranting-rantingku, Adik kecil. Kayuku ini sangat baik untuk memasak.” Pohon besar kembali memberikan jawaban atas kegelisahan si anak petani.
Tanpa pikir panjang, ditebasnya batang dan cabang sebanyak-banyaknya.
Kini tinggallah batang besar sang pohon dengan penampilan yang nampak menyedihkan, tanpa daun, ranting dan cabang.

Namun, esok hari pohon besar tetap saja menjumpai si anak berdiri murung di bawahnya. Anak itu kemudian berucap pelan,
“Kawanku hanyut di sungai tadi pagi, Pohon... Tiga orang sekaligus tenggelam. Orangtua mereka sangat sedih. Orang kampung membutuhkan perahu untuk mencari mereka.” 
Pohon besar tersenyum lebar, katanya kemudian
“Tak apa, Adik kecil... Ambillah batangku yang besar ini, ia akan jadi perahu yang kuat.”

Dengan cepat anak petani ini memanggil warga desa. Beramai-ramai warga desa menebang, memotong dan membuat perahu dari batang si pohon besar. Kini pohon besar itu tak nampak lagi berdiri. Hanya tersisa akar-akar yang menonjol dan menjulur di atas tanah.

Esok harinya, dengan lunglai si anak petani kembali mendatangi pohon besar yang tinggal akarnya ini. Pohon besar menyapa lebih dulu.
”Bagaimana kawanmu, Adik kecil? Apakah telah kalian temukan?”
“Huuhuuhuu… huhuhuhuhu...” tangis si anak petani akhirnya meledak.
“Kawanku sudah meninggal, aku tak lagi memiliki etman untuk bermain, Pohon...” jawab si anak petani sesenggukan.
“Berbaringlah, peluklah akar-akarku, kau pasti merasa lebih baik. Aku akan setia menemanimu...” 
Pohon besar mengeluarkan udara sejuk dari akar-akarnya hingga si anak petani tertidur.





sumber:
http://on.fb.me/pohon_inspirasi
diposting oleh Achmad Siddik Thoha dalam Group Sahabat POHON INSPIRASI (PI) pada  24 Desember 2010 jam 23:06

0 komentar:

Posting Komentar